Kristalografi

      Pengertian Kristalografi

    Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu.

Kristalografi adalah sains eksperimental yang bertujuan menentukan susunan atom dalam zat padat. Dahulu istilah ini digunakan untuk studi ilmiah kristal. Kata "kristalografi" berasal dari kata bahasa Yunani crystallon = tetesan dingin/beku, dengan makna meluas kepada semua padatan transparan pada derajat tertentu, dan graphein = menulis.

Sebelum perkembangan kristalografi difraksi sinar X, studi kristal didasarkan kepada geometri kristal. Ini termasuk mengukur sudut permukaan kristal relatif terhadap sumbu referensi teoretis (sumbu kristalografik), dan menetapkan kesetangkupan kristal yang bersangkutan. Yang pertama dilaksanakan menggunakan goniometer.

Metode kristalografis saat ini tergantung kepada analisis pola hamburan yang muncul dari sampel yang dibidik oleh berkas sinar tertentu. Berkas tersebut tidak mesti selalu radiasi elektromagnetik, meskipun sinar X merupakan pilihan yang paling umum. Untuk beberapa keperluan elektron atau neutron juga digunakan, yang dimungkinkan karena sifat gelombang partikel tersebut. Para ahli kristalografi sering menyatakan secara eksplisit jenis berkas yang digunakan.

Ketiga jenis radiasi ini (sinar X, elektron, dan neutron) berinteraksi dengan spesimen dengan cara yang berbeda. Sinar X berinteraksi dengan agihan (distribusi) spasial elektron valensi, sementara elektron merupakan partikel bermuatan, dan karena itu merasakan agihan total inti atom dan elektron yang mengelilinginya. Neutron dihamburkan oleh inti atom lewat gaya nuklir kuat, dan tambahan lagi, momen magnetik neutron tidaklah nol. Karena itu neutron juga dihamburkan oleh medan magnet. Bila neutron dihamburkan oleh bahan yang mengandung hidrogen, berkas tersebut menghasilkan pola difraksi dengan tingkat derau tinggi. Karena bentuk-bentuk interaksi yang berbeda ini, ketiga jenis radiasi tersebut cocok untuk studi kristalografi berbeda-beda.

Unsur-unsur Simetri Kristal
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.
 
Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal. Sudut-sudut ini berpangkal (dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri.

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).

Sistem Kristal
1.                Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

   Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
  • ·        Piramid
  • ·         Bipiramid
  • ·         Bisfenoid
  • ·         Trapezohedral
  • ·         Ditetragonal Piramid
  • ·         Skalenohedral
  • ·         Ditetragonal Bipiramid    
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

                    Sistem Orthorombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas: Bisfenoid, Piramid, Bipiramid.

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)


        
                Sistem Heksagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+

Sistem  ini dibagi menjadi 7:
  1. ·     Hexagonal Piramid
  2. ·         Hexagonal Bipramid
  3. ·         Dihexagonal Piramid
  4. ·         Dihexagonal Bipiramid
  5. ·         Trigonal Bipiramid
  6. ·         Ditrigonal Bipiramid
  7. ·         Hexagonal Trapezohedral



                    Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
·         Trigonal piramid
·         Trigonal Trapezohedral
·         Ditrigonal Piramid
·         Ditrigonal Skalenohedral
·         Rombohedral


Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

    Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.




Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
·         Sfenoid
·         Doma
·         Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.  

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
·            Pedial
·            Pinakoidal

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)



 

       Hermann Mauguin Symbol
Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal tersebut.
Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-masing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap Sistem Kristal.

Sistem
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Sistem Isometrik

Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4,      atau 4
Menerangkan Sumbu tambahan pada arah 111, apakah bernilai 3 atau 3
Menerangkan sumbu tambahan bernilai 2 atau tidak bernilai yang memiliki arah 110 atau arah lainnya yang terletak tepat diantara dua buah sumbu utama
Sistem Tetragonal
Menerangkan nilai sumbu c, mungkin mungkin bernilai 4 atau 4
Menerangkan nilai sumbu utama horizontal
Menerangkan nilai sumbu tambahan yang terletak tepat diantara dua sumbu utama lateral
Sistem Hexagonal dan Trigonal

Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 6 atau 3
Menerangkan nilai sumbu utama horizontal
Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan yang terletak tepat diantara dua sumbu utama horizontal, berarah 1010
Sistem Orthorhombik
Terdiri atas tiga bagian, yaitu dengan menerangkan nilai sumbu-sumbu utama dimulai dari sumbu a, b, dan kemudian c
Sistem Monoklin
Pada sistem ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b
Sistem Triklin
Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan keterdapatan pusat simetri kristal. Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada, maka penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf “m” (bidang simetri) dibawahnya. Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu ditulis dengan “m” saja.

Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-Mauguin dalam pendeskripsian kristal :
 6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak lurus.
 6 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang tegak lurus terhadapnya.
 m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak lurus.


Komentar

Postingan Populer